Ahlan Muharram

Bersyukurlah yang sujud di Jumat lusa kemarin, 29 Sept’16. Sebab itu Jumat terakhir di kalender Hijriyah, 28 Dzulhijjah 1437. Bersyukur pula lah yang coba maknai hari Ahad ini, 2 okt’16. Sebab hari Ahad ini tahun baru Islam, 1 Muharram 1438H.

“Kenape, kenape? Tanggalan kan dari dulu begitu-begitu aja. Rutin, ga soal. Eh selama gue ikut elo, semua hal jadi masalah. Cuma waktu chaos, elo malah anteng. Saat tenang, elo kalang kabut. Sebenarnya masalah di elo, Bro.” Tiba-tiba nafsu saya merangsek.

Tuan dan puan, begitulah nafsu. Selalu atur siasah. Agar kita terjerembab, lupa diri, dan lupakan yang baik-baik. Maka saatnya lupakan nafsu. Caranya, abaikan hasrat buruk. Kini balik lagi ke awal di atas.

DOA PENUTUP & PEMBUKA TAHUN
Yang sujud Jumat kemarin, artinya dia tutup tahun 1437H dengan sujud. Bersyukur pula yang bada Ashar kemarin Sabtu, 29 Dzulhijjah 1438H, 1 Oktober 2016, telah berdoa: “Allahumma... Ya Allah, sesungguhnya Engkau berkuasa menyiksa kami. Maka ampuni kami akan apa yang kami sudah mohonkan ampun dan yang belum kami mohonkan ampun. Maafkan kekeliruan kami di tahun yang baru berlalu, dan lindungi pula kami dari perkara yang masih tersangkut. Ya Allah, apa yang kami lakukan sesuai perintah-Mu di tahun yang baru lewat, ridhoilah dan jangan Engkau putuskan harapan kami”.

Bersyukur juga lah siapa yang bada Shalat Magrib sabtu kemarin telah berdoa: “Allahumma... Ya Allah jangan Engkau biarkan kami di tahun berikut ini tergelincir lagi di maksat. Kami mohon pada-Mu, sibukkan kami selama tahun berikut ini dengan segala hal yang bisa mendekatkan diri pada Mu. Jadikan kami hamba yang bisa mencintai-Mu, mencintai hamba-hamba-Mu yang mencintai-Mu, dan mencintai setiap amal yang bisa mendekatkan diri pada-Mu. Wahai Dzat yang Maha Luhur lagi Mulia”.

Mengapa Ashar dan Magrib di 29 Dzulhijjah? Ya Ashar itu shalat wajib terakhir penutup tahun. Sedang Magrib jadi pembuka shalat wajib di awal tahun. Masya Allah betapa indah Islam. Tak sadar pun kita dituntun menutup dan membuka tahun dengan kebaikan. Yang belum berdoa, segeralah berdoa di hari ini, tahun baru Hijriyah. Selalu tak ada kata terlambat, bukan.

KEMAUAN bukan KESANGGUPAN
Akal saya kini ikut “sumbang saran”. Bukan “saran sumbang” yang biasa disodorkan nafsu. “Mas, bersyukurlah umat Islam”, kata akal.

“Tak mafhum manfaat, faedah, dan fadhillahnya, dengan tetap patuhi dan jauhi apa yang diperintahkan Allah, pasti kebaikan buat umat Islam. Mustahil buruk. Sebab Islam agama Allah. Dia ridhoi lagi. Islam bukan buatan manusia, bukan comot sana sini, dan bukan rekayasa”.

“Jadi pleaseeee. Kerjain aja deh. Cuma butuh KEMAUAN, bukan KESANGGUPAN”, himbau akal. Akal dan nurani memang paham. Kondisi saya, masih terus “dikadali dan jadi bulan-bulanan” nafsu. 

Saya yang masih compang camping ini, pun ikut merenung di keheningan Ahad 1 Muharram 1438 H. Bukan tanpa maksud, Allah takdirkan Indonesia dihuni mayoritas muslim. Tapi entah, mengapa lebih banyak yang ingat tahun baru Masehi. Sepi tak ada sambutan tahun baru Hijriyah, itu tandanya.

Masehi dan Hijriyah memang netral. Masehi berbasis syamsiah, peredaran matahari. Basis Hijriyah qomariyah, edar bulan. Bulan, mentari, dan semua planet ciptaan Allah SWT. Nah mengapa Rasulullah SAW tetapkan kalender Hijriyah, itu yang harusnya saya pelajari.

FADHILLAH BULAN HIJRIYAH
Kalender Masehi, besar manfaatnya. Jadi tanda pergantian hari, minggu, bulan dan tahun. Sama pula dengan penanggalan Hijriyah. Bedanya, Masehi dipenuhi tanggal merah liburan. Sedang Hijriyah, dipenuhi fadhillah bulan-bulannya. Masing-masing bulan punya keutamaan. Saya tak mafhum karena selama ini tak gunakan hijriyah.

Coba bandingkan Muharram dan Oktober karena bersamaan waktunya. “Apa istimewanya Oktober?” tanya akal saya. Saya coba telusuri keistimewaan Oktober. Tapi... ya ya ya, masih terus telusur.

Sedang fadhillah Muharram, ustad bilang, satu dari empat “bulan haram”. Bulan haram? Ya ada dua keutamaan. Ke-1 diharamkan pembunuhan sebagaimana diyakini masa jahiliyah dulu berbunuhan di bulan haram. Ke-2 lebih dilarang lakukan maksiat karena mulianya bulan haram.

Angin semilir yang menerobos ruang kerja jadi penggugat. Tahun 1437H telah berlalu. Dari balik meja ini, saya sibuk atur kegiatan. Selalu berkata jadwal penuh, jadi pesona orang yang butuh. Konsep bergulir seolah tak ada matinya. Makin pintar, mungkin. Minimal makin lancar berdalih.

Makin matang, entah. Setidaknya lebih tua hingga dianggap dewasa. Saat kalah berargumen, ketuaan itu jadi pamungkas. Pecat dan rekrut orang berdalih peremajaan. Bicara maslahat pun untuk redam derita yang lain. Pendek kata, dari tahun ke tahun cuma atur siasah. Bicara jadilah diri sendiri, yang jangan-jangan jadilah saya benalu. Teriak motivasi membahana. Saya teriak, raih cita-cita, sukseslah, berhasillah, dan mulialah. Padahal itu kendaraan agar saya tetap berada di atas mereka.

KERING JIWA
Tahun 1437H telah silam. Apa yang saya peroleh? Tubuh saya lelah dan makin renta. Dulu 7 hari 7 malam naik mobil okay. Sekarang 7 jam saja termehek-mehek. Shalat sudah, zakat tertunai, puasa selalu, dan haji juga ditambahi umroh. Namun hidup rasanya tetap kering makna. Duuuh, apa sesungguhnya yang dicari.

Memasuki 1 Muharram 1438H, hari ini, sambil singkap keringnya makna, pikiran ini menembus batas. Entah batas mana lagi yang hendak dilongoki. Mencari-cari agar kekeringan ini bisa dibasuh. 

Hati saya berdesir. Semoga guru-guru, orang shaleh, dan para mujahid yang telah berdoa tutup dan pembuka tahun, bisa jadi penyebab ridho Allah untuk muslimin dan muslimat.

"Ya Allah, jika Engkau hendak coba satu kaum, wafatkan kami tanpa cobaan itu. Jika Engkau anugerahkan rahmat dan ampunan pada satu kaum, matikan kami dalam rahmat ampunan itu”. Aamiin.

Ahlan wasahlan 1 Muharram 1438H.

Source : Erie Sudewo

0 Comment:

Post a Comment